Saya mendapati kejadian fakta dimana kejadian ini bisa menjadi tolok ukur pemimpin yang levelnya lebih tinggi dan lebih besar ,sebuah kisah nyata seorang ketua rt di suatu tempat pada saat yang bersamaan harus bersikap menjadi pemimpin sebenarnya.
- Pemimpin yang baik dan amanah adalah keharusan, Pemimpin adalah mendahulukan kepentingan warganya dibanding kepentingan pribadi dan keluarganya.
- Pemimpin mengajak ummatnya amar ma'ruf nahi mungkar
- pemimpin yang mengajak umatnya ke dalam surga memiliki karakter sabar
- pemimpinnya yakin dengan isyarat dari Allah.
Pemimpin "kami jadikan di antara umat manusia itu ada pemimpin yang punya karakter mengajak umatnya terhadap agama kami yang benar dan jalan yang lurus" (32:24).
"Pemimpin seperti ini pundaknya mengemban amar makruf nahi mungkar. Kata-kata yang keluar dari mulutnya selalu amar makruf nahi mungkar. Yang keluar dari pikirannya juga selalu amar makruf nahi mungkar, teguh dengan pendirian
Pemimpin yang dibutuhkan adalah pemimpin yang kuat dalam kemampuan yang dibutuhkan dalam menangani permasalahan bangsa serta memiliki jiwa yang profesional dengan etika. Memiliki sikap amanah yang selalu dipegang untuk membentuk peradaban yang maju dalam kemajuan.
Kisah dalam sejarah islam ini juga bisa menjadi ibroh bagi yang menbacanya ,untuk memilih atau menentukan pemimpin yang kuat,amanah
Dan jangan menjadi orang munafik,tidak akan dapat apa apa,dan di akhirat pasti di tempatkan di kerak bumi.
Kisah ini terjadi dalam sejarah kekuasaan Bani Abbasiyah.
Tragedi paling menyakitkan dan tak akan terlupakan oleh sejarah adalah jatuhnya Baghdad pada 1258. Sang Khalifah Abbasiyah terakhir yang bertahta di Baghdad adalah Khalifah al-Mus’tashim (1213-1258).
Ia sosok yang lemah. Tak bisa keluar dari jebakan para pejabat negara yang membelenggunya. Terutama wazir (Perdana Menteri) Ibnu al-Alqami dan menteri Nashiruddin ath-Thusi.
Sungguh janggal dan tak masuk akal, Mongol yang berasal dari nun jauh di Gurun Gobi bisa melenggang mulus hingga ibukota Baghdad tanpa ada perlawanan yang berarti.
Rupanya “karpet merah” itu dibentangkan oleh wazir Ibnu al-Alqami. Ia yang diam-diam melakukan pengkhianatan melakukan kontak dengan Hulahu Khan.
Ia meyakinkan pemimpin Mongol itu untuk membawa pasukan menyerbu negerinya. Secara sistematis ia mengurangi jumlah pasukan militer dari sebelumnya berjumlah 100 ribu hingga hanya tersisa 10 ribu tanpa disadari oleh Khalifah.
Pertahanan yang lemah membuat pasukan Mongol leluasa memasuki ibukota setelah mengepung sebulan lamanya
Di saat kondisi negara sedang krisis multidimensi yang ditandai dengan kemiskinan merajalela, namun istana selalu berpesta. Penyakit muncul dimana-mana. Tak ada perlindungan untuk warga negara. Khalifah yang hanya percaya laporan para pejabatnya tanpa melihat kondisi sesungguhnya. Maka serbuan tentara Mongol ibarat tinggal memukul “gong”nya saja.
Seakan tak cukup, di saat terakhir wazir Ibnu al-Alqami masih berusaha meyakinkan Khalifah untuk menemui Hulagu Khan dan memberikan persembahan berupa emas serta batu-batu mulia yang sangat banyak jumlahnya.
Wazir mengatakan ia sudah menyepakati perjanjian damai dengan Hulagu Khan melalui pernikahan putri Khalifah dengan anak Hulagu Khan.
Maka berangkatlah Khalifah bersama para Qadhi, ahli fiqh, ulama, ilmuwan dan para pejabat negara. Ada riwayat yang menyebutkan jumlah rombongan itu sampai 3000 orang dengan mengendarai 700 ekor unta dan kuda.
Apa lacur, semua adalah skenario keji yang disusun wazir Ibnu al-Alqami dan menteri Nashiruddin ath-Thusi. Rombongan itu dibantai dihadapan Khalifah.
Selanjutnya, Khalifah beserta 17 orang ditawan. Hingga akhirnya Sang Khalifah terbunuh dengan cara dimasukkan dalam gulungan karpet dan diinjak-injak oleh kudanya
Innalillahi wa innailaihi rojiun.
Mengapa wazir Ibnu al-Alqami sampai tega melakukan pengkhianatan pada negerinya sendiri? Tercatat ia adalah seorang syiah yang berhasil menyusup ke dalam pemerintahan Abbasiyah hingga mencapai puncak jabatan tertinggi sebagai wazir istana.
Selain itu, ia berambisi menjadi Khalifah. Dengan diam-diam melakukan persekongkolan dengan Mongol, ia dijanjikan untuk mendapatkan impiannya itu.
Setelah mengorbankan negerinya yang menyebabkan ribuan ulama terbunuh, jutaan rakyat tewas, Bahgdad terbakar selama 40 hari tanpa bisa dipadamkan apinya, terwujudkah impiannya?
Alih-alih menjadi Khalifah, Hulagu Khan malah menjadikannya budak hingga ia mati dalam nestapa berkepanjangannya menyesali nasibnya
Ibnu Katsir dalam kitabnya “al-Bidayah wan Nihayah” menuliskan, “Kalau bukan untuk memberikan pelajaran pada generasi yang akan datang, malu rasanya menyantumkan kisah tragis ini dalam kitab kami.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar