Sejenak melepas penat dengan kesibukan di usaha dan pemberdayaan ,ikuti dulu kisah hikmah dibawah ini
Sahabat Hikmah…
Ada satu kisah yang sangat BERHARGA, diceritakan
seorang trainer Kubik Leadership yang bernama Jamil Azzaini di kantor Bea dan
Cukai Tipe A Bekasi sekitar akhir tahun 2005. Dalam berceramah agama, beliau
menceritakan satu kisah dengan sangat APIK dan membuat air mata pendengar
berurai. Berikut ini adalah kisahnya:
Akhirnya saya putuskan untuk pindah ke RS
Harapan Mereka di Jakarta dan langsung di rawat di ruang ICU. Satu malam berada
di ruang ICU pada waktu itu senilai Rp 2,5 juta. Badan istri saya –maaf- tidak
memakai sehelai pakaian pun. Dengan ditutupi kain, badan istri saya penuh
dengan kabel yang disambungkan ke monitor untuk mengetahui keadaan istri saya.
Selama 3 minggu penyakit istri saya belum bisa teridentifikasi, tidak diketahui
penyakit apa sebenarnya.
Kemudian pada minggu ke-tiga, seorang dokter
yang menangani istri saya menemui saya dan bertanya, “Pak Jamil, kami minta
izin kepada pak Jamil untuk mengganti obat istri bapak.”
“Dok, kenapa hari ini dokter minta izin kepada
saya, padahal setiap hari saya memang gonta-ganti mencari obat untuk istri
saya, lalu kenapa hari ini dokter minta izin ?”
“Ini beda pak Jamil. Obatnya lebih mahal dan
obat ini nantinya disuntikkan ke istri bapak.”
“Berapa harganya dok?”
“Obat untuk satu kali suntik 12 juta pak.”
“Satu hari berapa kali suntik dok?”
“Sehari 3 kali suntik.”
“Berarti sehari 36 juta dok?”
“Iya pak Jamil.”
“Dok, 36 juta bagi saya itu besar sedangkan
tabungan saya sekarang hampir habis untuk menyembuhkan istri saya. Tolong dok,
periksa istri saya sekali lagi. Tolong temukan penyakit istri saya dok.”
“Pak Jamil, kami juga sudah berusaha namun kami
belum menemukan penyakit istri bapak. Kami sudah mendatangkan perlengkapan dari
RS Cipto dan banyak laboratorium namun penyakit istri bapak tidak ketahuan.”
“Tolong dok…., coba dokter periksa sekali lagi.
Dokter yang memeriksa dan saya akan berdoa kepada Rabb saya. Tolong dok dicari”
“Pak Jamil, janji ya kalau setelah pemeriksaan
ini kami tidak juga menemukan penyakit istri bapak, maka dengan terpaksa kami
akan mengganti obatnya.” Kemudian dokter memeriksa lagi.
“Iya dok.”
Setelah itu saya pergi ke mushola untuk shalat
dhuha dua raka’at. Selesai shalat dhuha, saya berdoa dengan menengadahkan
tangan memohon kepada Allah, -setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Rasululloh,
“Ya Allah, ya Tuhanku….., gerangan maksiat apa
yang aku lakukan. Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga engkau
menguji aku dengan penyakit istriku yang tak kunjung sembuh. Ya Allah, aku
sudah lelah. Tunjukkanlah kepadaku ya Allah, gerangan energi negatif apakah
yang aku lakukan sehingga istriku sakit tak kunjung sembuh ? sembuhkanlah
istriku ya Allah. Bagimu amat mudah menyembuhkan penyakit istriku semudah
Engkau mengatur Milyaran planet di muka bumi ini ya Allah.”
Kemudian secara tiba-tiba ketika saya berdoa,
“Ya Allah, gerangan maksiat apa yang pernah aku lakukan? Gerangan energi
negatif apa yang aku lakukan sehingga aku diuji dengan penyakit istriku tak
kunjung sembuh?” saya teringat kejadian berpuluh-puluh tahun yang lalu, yaitu ketika
saya mengambil uang ibu sebanyak Rp150,-.
Dulu, ketika kelas 6 SD, SPP saya menunggak 3
bulan. Pada waktu itu SPP bulanannya adalah Rp 25,-. Setiap pagi wali kelas
memanggil dan menanyakan saya, “JaMil, kapan membayar SPP ? JaMil, kapan
membayar SPP ? JaMil, kapan membayar SPP ?” Malu saya. Dan ketika waktu
istrirahat saya pulang dari sekolah, saya menemukan ada uang Rp150,- di bawah
bantal ibu saya. Saya mengambilnya. Rp75,- untuk membayar SPP dan Rp75,- saya
gunakan untuk jajan.
Saya kemudian bertanya, kenapa ketika berdoa,
“Ya Allah, gerangan maksiat apa? Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan
sehingga penyakit istriku tak kunjung sembuh?” saya diingatkan dengan kejadian
kelas 6 SD dulu ketika saya mengambil uang ibu. Padahal saya hampir tidak lagi
mengingatnya ??. Maka saya berkesimpulan mungkin ini petunjuk dari Allah.
Mungkin inilah yang menyebabkan istri saya sakit tak kunjung sembuh dan
tabungan saya hampir habis. Setelah itu saya menelpon ibu saya,
“Assalamu’alaikum Ma…”
“Wa’alaikumus salam Mil….” Jawab ibu saya.
“Bagaimana kabarnya Ma ?”
“Ibu baik-baik saja Mil.”
“Trus, bagaimana kabarnya anak-anak Ma ?”
“Mil, mama jauh-jauh dari Lampung ke Bogor untuk
menjaga anak-anakmu. Sudah kamu tidak usah memikirkan anak-anakmu, kamu cukup
memikirkan istrimu saja. Bagaimana kabar istrimu Mil, bagaimana kabar Ria nak
?” –dengan suara terbata-bata dan menahan sesenggukan isak tangisnya-.
“Belum sembuh Ma.”
“Yang sabar ya Mil.”
Setelah lama berbincang sana-sini –dengan
menyeka butiran air mata yang keluar-, saya bertanya, “Ma…, Mama masih ingat
kejadian beberapa tahun yang lalu ?”
“Yang mana Mil ?”
“Kejadian ketika Mama kehilangan uang Rp150,-
yang tersimpan di bawah bantal ?”
Kemudian di balik ujung telephon yang nun jauh
di sana, Mama berteriak, (ini yang membuat bulu roma saya merinding setiap kali
mengingatnya)
“Mil, sampai Mama meninggal, Mama tidak akan melupakannya.” (suara mama semakin pilu dan menyayat hati),
“Mil, sampai Mama meninggal, Mama tidak akan melupakannya.” (suara mama semakin pilu dan menyayat hati),
“Gara-gara uang itu hilang, mama dicaci-maki di
depan banyak orang. Gara-gara uang itu hilang mama dihina dan direndahkan di
depan banyak orang. Pada waktu itu mama punya hutang sama orang kaya di kampung
kita Mil. Uang itu sudah siap dan mama simpan di bawah bantal namun ketika mama
pulang, uang itu sudah tidak ada. Mama memberanikan diri mendatangi orang kaya
itu, dan memohon maaf karena uang yang sudah mama siapkan hilang. Mendengar
alasan mama, orang itu merendahkan mama Mil. Orang itu mencaci-maki mama Mil.
Orang itu menghina mama Mil, padahal di situ banyak orang. …rasanya Mil. Mamamu
direndahkan di depan banyak orang padahal bapakmu pada waktu itu guru ngaji di
kampung kita Mil tetapi mama dihinakan di depan banyak orang. SAKIT…. SAKIT…
SAKIT rasanya.”
Dengan suara sedu sedan setelah membayangkan dan
mendengar penderitaan dan sakit hati yang dialami mama pada waktu itu, saya
bertanya, “Mama tahu siapa yang mengambil uang itu ?”
“Tidak tahu Mil…Mama tidak tahu.”
Maka dengan mengakui semua kesalahan, saya
menjawab dengan suara serak,
“Ma, yang mengambil uang itu saya Ma….., maka
melalui telphon ini saya memohon keikhlasan Mama. Ma, tolong maafkan Jamil
Ma…., Jamil berjanji nanti kalau bertemu sama Mama, Jamil akan sungkem sama
mama. Maafkan saya Ma, maafkan saya….”
Kembali terdengar suara jeritan dari ujung
telephon sana,
“Astaghfirullahal ‘Azhim….. Astaghfirullahal
‘Azhim….. Astaghfirullahal ‘Azhim…..Ya Allah ya Tuhanku, aku maafkan orang yang
mengambil uangku karena ia adalah putraku. Maafkanlah dia ya Allah, ridhailah
dia ya Rahman, ampunilah dia ya Allah.”
“Ma, benar mama sudah memaafkan saya ?”
“Mil, bukan kamu yang harus meminta maaf. Mama
yang seharusnya minta maaf sama kamu Mil karena terlalu lama mama memendam
dendam ini. Mama tidak tahu kalau yang mengambil uang itu adalah kamu Mil.”
“Ma, tolong maafkan saya Ma. Maafkan saya Ma?”
“Mil, sudah lupakan semuanya. Semua kesalahanmu
telah saya maafkan, termasuk mengambil uang itu.”
“Ma, tolong iringi dengan doa untuk istri saya
Ma agar cepat sembuh.”
“Ya Allah, ya Tuhanku….pada hari ini aku telah
memaafkan kesalahan orang yang mengambil uangku karena ia adalah putraku. Dan
juga semua kesalahan-kesalahannya yang lain. Ya Allah, sembuhkanlah penyakit
menantu dan istri putraku ya Allah.”
Setelah itu, saya tutup telephon dengan
mengucapkan terima kasih kepada mama. Dan itu selesai pada pukul 10.00 wib, dan
pada pukul 11.45 wib seorang dokter mendatangi saya sembari berkata,
“Selamat pak Jamil. Penyakit istri bapak sudah ketahuan.”
“Selamat pak Jamil. Penyakit istri bapak sudah ketahuan.”
“Apa dok?”
“Infeksi prankreas.”
Saya terus memeluk dokter tersebut dengan
berlinang air mata kebahagiaan, “Terima kasih dokter, terima kasih dokter.
Terima kasih, terima kasih dok.”
Selesai memeluk, dokter itu berkata, “Pak Jamil,
kalau boleh jujur, sebenarnya pemeriksaan yang kami lakukan sama dengan
sebelumnya. Namun pada hari ini terjadi keajaiban, istri bapak terkena infeksi
prankreas. Dan kami meminta izin kepada pak Jamil untuk mengoperasi cesar istri
bapak terlebih dahulu mengeluarkan janin yang sudah berusia 8 bulan. Setelah
itu baru kita operasi agar lebih mudah.”
Setelah selesai, dan saya pastikan istri dan
anak saya selamat, saya kembali ke Bogor untuk sungkem kepada mama bersimpuh
meminta maaf kepadanya, “Terima kasih Ma…., terima kasih Ma.”
Namun…., itulah hebatnya seorang ibu. Saya yang
bersalah namun justru mama yang meminta maaf. “Bukan kamu yang harus meminta
maaf Mil, Mama yang seharusnya minta maaf.”
Sahabat Hikmah…
Maha benar sabda Rasulullaah shalallaahu ’alaihi wa sallam :
“Ridho Allah tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim)
Maha benar sabda Rasulullaah shalallaahu ’alaihi wa sallam :
“Ridho Allah tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim)
“Ada tiga orang yang tidak ditolak doa mereka:
orang yang berpuasa sampai dia berbuka,
seorang penguasa yang adil,
dan doa orang yang teraniaya.
Doa mereka diangkat Allah ke atas awan dan dibukakan baginya pintu langit dan Allah bertitah, ‘Demi keperkasaan-Ku, Aku akan memenangkanmu (menolongmu) meskipun tidak segera.” (HR. Attirmidzi)
orang yang berpuasa sampai dia berbuka,
seorang penguasa yang adil,
dan doa orang yang teraniaya.
Doa mereka diangkat Allah ke atas awan dan dibukakan baginya pintu langit dan Allah bertitah, ‘Demi keperkasaan-Ku, Aku akan memenangkanmu (menolongmu) meskipun tidak segera.” (HR. Attirmidzi)
Kita dapat mengambil HIKMAH bahwa:
Bila kita seorang anak:
* Janganlah sekali-kali membuat marah orang tua, karena murka mereka akan membuat murka Allah subhanau wa ta’ala. Dan bila kita ingin selalu diridloi-Nya maka buatlah selalu orang tua kita ridlo kepada kita.
* Jangan sampai kita berbuat zholim atau aniaya kepada orang lain, apalagi kepada kedua orang tua, karena doa orang teraniaya itu terkabul.
* Janganlah sekali-kali membuat marah orang tua, karena murka mereka akan membuat murka Allah subhanau wa ta’ala. Dan bila kita ingin selalu diridloi-Nya maka buatlah selalu orang tua kita ridlo kepada kita.
* Jangan sampai kita berbuat zholim atau aniaya kepada orang lain, apalagi kepada kedua orang tua, karena doa orang teraniaya itu terkabul.
Bila kita sebagai orang tua:
* Berhati-hatilah pada waktu marah kepada anak, karena kemarahan kita dan ucapan kita akan dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan kadang penyesalan adalah ujungnya.
* Doa orang tua adalah makbul, bila kita marah kepada Anak, berdoalah untuk kebaikan anak-anak kita, maafkanlah mereka.
* Berhati-hatilah pada waktu marah kepada anak, karena kemarahan kita dan ucapan kita akan dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan kadang penyesalan adalah ujungnya.
* Doa orang tua adalah makbul, bila kita marah kepada Anak, berdoalah untuk kebaikan anak-anak kita, maafkanlah mereka.
Semoga bermanfaat dan bisa mengambil HIKMAH..
Wassalam
Diambil dari Mutiara Hikmah
Best Regards,
F Festivalia
sumber http://lazdai.org/?p=168
Tidak ada komentar:
Posting Komentar