SURABAYA, KOMPAS.com — Dewan Pengurus Pusat Forum
Peternak Sapi Indonesia memberikan apresiasi kepada pemerintah atas
kebijakan mengurangi kuota impor sapi dan daging sapi. Regulasi ini
berdampak positif bagi perkembangan persapian rakyat, yakni harga
semakin baik dan rasional di tingkat peternak.
Ketua Umum Forum
Peternak Sapi Indonesia (FPSI) Nasyiruddin Al Mahdi di Surabaya, Rabu
(31/10/2012), mengatakan, secara nasional terdapat 6,4 juta peternak
rakyat.
Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah tidak lagi menambah
kuota impor sapi ataupun daging sapi. Apalagi, semua pihak akan
mendukung Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) karena sudah menjadi
konsensus nasional.
Nasyiruddin menambahkan, adapun potensi
hambatan tercapainya PSDS bukan alasan untuk mengambil kebijakan
penambahan kuota impor. Sebab, impor bukan solusi pencapaian program,
melainkan sebaliknya akan menghambat terwujudnya PSDS 2014. Akibatnya,
akan menyulitkan pencapaian indikator kinerja pemerintah secara
keseluruhan.
Tentang sinyalemen banyak pihak akan terjadi
kekurangan stok daging akibat kuota impor dikurangi, masih perlu ada
pembuktian di lapangan. Apalagi, hingga saat ini, di tingkat masyarakat
bawah, konsumsi daging belum mengalami kesulitan atau bahkan tidak
pernah terjadi gejolak pasar.
Justru, kata Nasyiruddin, jika
kekurangan stok daging baik untuk kebutuhan industri olahan ataupun
untuk hotel, restoran, dan katering diatasi dengan membuka impor, itu
hanya penyelesaian sesaat.
"Pembukaan keran impor hanya akan
mengulang persoalan setiap tahun karena tujuan utama pemenuhan stok
daging dengan mengandalkan potensi lokal," ujarnya.
Di samping itu
kekurangan stok daging dapat diatasi dengan potensi protein hewani
alternatif, seperti unggas dan perikanan. Jadi, dalam upaya pencapaian
PSDS 2014, hendaknya pemerintah merevitalisasi secara serius rumah
pemotongan hewan (RPH) serta dengan melengkapi fasilitas hingga ke
tingkat meatbox sehingga pengolahan daging lokal sesuai standar internasional.
Upaya lain, menjaga keamanan populasi, titik-titik chekpoint pemeriksaan
sapi betina perlu dilengkapi dengan peralatan berteknologi modern,
seperti CCTV dan USG, guna mencegah peyimpangan dalam pemeriksaan
pengiriman sapi betina. Cara ini penting untuk menghindari pengiriman
sapi betina produktif untuk kepentingan konsumsi.
Pemerintah, kata
Nasyiruddin, perlu menetapkan persyaratan bagi importir untuk melakukan
kerja sama pembinaan peternak lokal, terutama menyangkut indikator
penetapan kuota. Dengan aturan ini, importir tidak semata - mata
mengandalkan stok impor, tetapi lambat laun memenuhi permintaan pasarnya
dari peternak lokal.
"Perlu keterlibatan tim independen dalam
verifikasi pelaksana impor daging dan impor sapi," ujarnya. Apalagi,
terbuka kemungkinan pembatasan kuota impor akan berdampak pada efisiensi
tenaga kerja di perusahaan importir. Sebaliknya, penambahan kuota impor
berdampak pada peternak rakyat yang jumlahnya lebih besar.
Jadi,
ketika pembatasan impor berdampak pada efisiensi tenaga kerja, bisa
dialihkan menjadi peternak. Berbagai persoalan ini, kata Ketua Umum
FPSI, sudah diinformasikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan
segera membuat kebijakan, termasuk memperbaiki prasarana dan sarana
distribusi serta transportasi, baik darat maupun laut, untuk ternak
hidup ataupun daging lokal.
"Buruknya prasarana dan sarana
transportasi tersebut menjadi penyebab utama tingginya biaya tata niaga
sehingga berimplikasi pada mahalnya harga sapi dan daging lokal di
pasaan," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar