Tanya: Bagaimana hukumnya
mengaqiqahkan anak yang sudah wafat? Apakah kewajiban orang tua belum
gugur? Mohon dijawab terima kasih. Wassalamualaikum. (Ardiansyah
Permadi)
Jawab:
Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuhu. Alhamdulillah washshalatu wassalamu 'alaa rasulillah.
Aqiqah
termasuk sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang dianjurkan.
Berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, diantaranya dari Samuroh bin
Jundub radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasululloh shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda;
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
Artinya: "Setiap bayi tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelihkan kambing pada hari ke-7, dicukur rambutnya serta diberi nama" (HR.Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’iy, dan Ibnu Majah, dishahihkan oleh Abdul Haq, lihat at-Talkhis 4/1498 oleh Ibnu Hajar)
Maksud
tergadaikan di sini adalah tertahan dari suatu kebaikan yang
seharusnya diperoleh jika ia diaqiqahi. Karena seorang bisa kehilangan
memperoleh kebaikan karena perbuatannya sendiri atau karena perbuatan
orang lain. (Lihat Tuhfatul Maudud,Ibnul Qayyim hal.122-123, tahqiq:
Syeikh Salim al-Hilali)
Berdasarkan perintah Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam dalam hadits diatas maka tidak selayaknya meninggalkan aqiqah
jika mampu. Bahkan kebiasaan para salaf mereka senantiasa melaksanakan
aqiqah untuk anak-anak mereka.
Yahya al-Anshori rahimahullahu
mengatakan: “Aku menjumpai manusia dan mereka tidak meninggalkan aqiqah
dari anak laki-laki maupun perempuan”. (Al-Fath ar-Robbani, Ibnul
Mundzir 13/124, lihat Ahkam al-Maulud hal.51, Salim bin Ali Rosyid
as-Sibli dan Muhammad Kholifah Muhammad Robah)
Berhubungan dengan mengaqiqahi orang yang sudah meninggal maka tidak lepas dari tiga keadaan;
Pertama:
Orang tua mengaqiqahi anak yang telah meninggal. Jika anak tersebut
meninggal ketika sudah terlahir ke dunia, tetap disyariatkan untuk
diaqiqahi.
Dan jika meninggalnya masih dalam kandungan dan sudah
berusia 4 bulan maka disyariatkan aqiqah, jika kurang dari 4 bulan maka
tidak disyariatkan.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu mengatakan:
“Apabila janin itu keguguran setelah ditiupkannya ruh maka janin
tersebut dimandikan, dikafani, disholati dan dikubur di pekuburan kaum
muslimin, serta diberi nama dan diaqiqahi. Karena dia sekarang telah
menjadi seorang manusia, maka berlaku pula baginya hukum orang dewasa”.
(Syarah al-Arba’in an-Nawawiyyah hal.90, Ibnu Utsaimin)
Kedua:
Anak mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal. Hukumnya tidak
disyariatkan, karena perintah aqiqah ditujukan kepada orang tua bukan
kepada anak.
Ketiga:
Mengaqiqahi seorang manusia yang telah meninggal. Jika ada seseorang
yang meninggal dan dia semasa hidupnya belum diaqiqahi, maka tidak
disyariatkan bagi ahli warisnya untuk mengaqiqahinya. Allohu A’lam.
(Faedah ini kami dapat dari Syaikhuna Saami bin Muhammad as-Shuqair,
murid senior dan menantu Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin,
Jazaahullohu Khoiron).
Syahrul Fatwa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar