Daging organik
Berbagai penyakit yang muncul akibat daging yang terkontaminasi membuat
orang butuh daging organik, yaitu daging yang diperoleh dari hewan
ternak yang dipelihara dengan pemberian ransum makanan (pakan) alami
dari sumber-sumber nabati, seperti rumput,dedak, biji-bijian, dan
kacang-kacangan. Proses pemeliharaannya pun tidak menggunakan
hormon-hormon pertumbuhan, misalnya hormon penggemukan.
Praktik pemeliharaan ternak yang keliru—menggunakan bahan-bahan
hewani berprotein tinggi dan hormon-hormon pertumbuhan—terbukti
berdampak buruk. Pemberian pakan yang melawan kodrat, hewan herbivora
diberi konsentrat sisa daging ternak sehingga menjadi karnivora, membuat
ternak menjadi rentan terhadap serangan berbagai jenis penyakit. Di
antaranya adalah penyakit sapi gila (mad cow disease) serta penyakit
mulut dan kuku.
Berjangkitnya berbagai penyakit yang berasal dari konsumsi daging
mendorong konsumen lebih selektif memilih daging. Pemerintah
Indonesiapun beberapa kali membatalkan impor daging dari negara-negara
yang endemik penyakit sapi gila serta penyakit mulut dan kuku. Tak heran
bila ke depan tuntutan daging organik semakin besar.
Walaupun untuk sementara harga pangan organik menjadi lebih mahal
dibandingkan pangan biasa, konsumen tampaknya akan berbondong-bondong
memilih pangan organik, dengan alasan keamanan. Hasil survei di Eropa
tahun 1998 menunjukkan, mereka lebih memilih pangan organik dengan
alasan lebih enak, lebih sehat, dan lebih aman.
Pangan organik juga lebih ramah lingkungan, karena bebas dari
penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang dapat merusak struktur tanah
serta mencemari air dan udara di sekitarnya.
Dalam jangka panjang, harga pangan organik akhirnya menjadi lebih
murah karena biaya produksi menurun. Semua itu akan berdampak pada
m,eningkatnya taraf kesehatan, usia harapan hidup, dan tentu saja
produktivitas kerja. Negara juga menghemat devisa yang selama ini
digunakan untuk membeli pupuk dan pestisida kimiawi.
(Dr Ir Made Astawan, dosen Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi-IPB)
Sumber : Kompas, Kamis, 27 Desember 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar